== Dalam “Science, Truth, and Democracy” (2001), filsuf sains Philip Kitcher menjabarkan visinya tentang peran yang seharusnya dimainkan sains dalam masyarakat demokratis. Ini adalah bagian dari catatan dan tanggapan saya dalam membaca bab pengantar dari karya tersebut. ==
Thursday, March 31, 2016
Objektivitas Sains dan Nilai-nilai Moral
== Dalam “Science, Truth, and Democracy” (2001), filsuf sains Philip Kitcher menjabarkan visinya tentang peran yang seharusnya dimainkan sains dalam masyarakat demokratis. Ini adalah bagian dari catatan dan tanggapan saya dalam membaca bab pengantar dari karya tersebut. ==
Friday, November 27, 2015
Membongkar Mitos Gaya Belajar (2)
Andaikan anda seorang guru. Suatu ketika, atas saran seorang kawan, anda mensurvei gaya belajar siswa di kelas anda. Sebagian besar ternyata pembelajar visual: mereka mengaku lebih senang melihat gambar dan diagram daripada membaca teks atau mendengar ceramah suara.
Apa yang sebaiknya anda lakukan? Menurut para pelopor teori gaya belajar, guru yang baik seharusnya menyesuaikan cara mengajar dengan gaya belajar siswanya. Tapi bagaimana caranya? Jangan kuatir, kalau anda belum bisa melakukannya, ada berbagai seminar dan pelatihan yang bisa anda ikuti! Tentu dengan sedikit biaya investasi :)
Thursday, November 26, 2015
Membongkar Mitos Gaya Belajar (1)
Baca juga: Membongkar mitos gaya belajar (2)
Apakah anda lebih suka belajar dengan melihat? Bagaimana kalau dibandingkan belajar dengan mendengarkan orang bicara? Atau sambil bergerak dan melakukan aktivitas secara fisik?
Sebagian besar dari Anda mungkin sudah pernah mendengar pertanyaan-pertanyaan ini. Sebagian mungkin sudah pernah mencoba mengisi kuesioner atau kuis yang memuat pertanyaan-pertanyaan serupa. Di balik pertanyaan-pertanyaan semacam ini adalah gagasan bahwa tiap individu memiliki "gaya belajar" yang unik.
Monday, September 28, 2015
SATU KELAS, BERPULUH LINTASAN BELAJAR
Melbourne skyline dari gedung psikologi, Melbourne University. |
Friday, September 25, 2015
Kemampuan Generik dan Irisannya dengan Mata Pelajaran
Wednesday, September 23, 2015
Kurikulum dan Asesmen Pendidikan: Pengalaman Australia #2
Saturday, September 19, 2015
Reformasi Kurikulum dan Asesmen Pendidikan: Pengalaman Australia (#1)
Oleh: Anindito Aditomo
Australia
memiliki 6 negara bagian (NSW, WA, QLD, VIC, SA, dan TAS) dan 2
teritori otonom (NT dan ACT). Negara-negara bagian tersebut lahir
sebelum Australia terbentuk sebagai federasi. Karena itu tiap negara
bagian punya kebanggaan atas identitas uniknya sendiri. Tidak terlalu
mengherankan jika baru sekarang ini Australia mulai mengembangkan
kurikulum nasional.
Secara historis, pendidikan di Australia
memang berada dalam lingkup wewenang dan tanggung jawab negara bagian.
Karena itu tidak heran jika tiap negara bagian memiliki sistem
pendidikan yang berbeda-beda. Adanya kurikulum nasional yang baru
digagas belakangan tentu akan mengurangi perbedaan antar negara bagian.
Namun kurikulum nasional tidak mencakup kelas 11 dan 12, dan karena itu
tidak akan mengubah sistem pemberian ijazah SMA. Kurikulum nasional juga
tidak akan mengubah perbedaan dalam model kepegawaian masing-masing
departemen pendidikan. Bahkan untuk kurikulum sampai kelas 10 pun, tiap
negara bagian memiliki tafsirnya sendiri-sendiri (more in this in
another article).
Meski banyak perbedaan, saya juga menangkap
adanya beberapa persamaan mendasar antar negara bagian. Atau setidaknya,
antara dua negara bagian yang saya kunjungi (Victoria dan NSW). Salah
satu persamaan tersebut adalah kebijakan terkait transisi kurikulum.
Dalam hal ini, baik NSW maupun Victoria memberi waktu setidaknya 1 tahun
bagi semua guru untuk melihat dan memahami kurikulum baru sebelum
benar-benar diberlakukan.
Sebagai contoh, katakanlah pemerintah
NSW selesai mengadaptasi kurikulum nasional untuk pelajaran Sejarah pada
awal 2015. Pada titik tersebut, guru sudah bisa mengakses bukan saja
deskripsi capaian pembelajaran dan apa yang perlu dipelajari (konten)
untuk pelajaran sejarah, tapi juga resources lain seperti contoh materi
bacaan, video, contoh tugas, dan contoh rubrik penilaian. Kurikulum
tersebut baru akan diumumkan dan diberlakukan paling cepat pada awal
2016.
Masa percobaan tersebut memberi kesempatan bagi guru dan
sekolah untuk “mencicipi” kurikulum baru, sekaligus memberi masukan bagi
perbaikannya. Dengan demikian, guru punya waktu untuk mencoba membuat
lesson plan, mencari atau memadu-padankan bacaan atau resources lain,
membuat tugas asesmen dan rubrik penilaian yang cocok untuk kelasnya.
Mereka juga boleh mencoba menerapkannya di kelas, meski kurikulum
tersebut belum berlaku resmi.
Mengapa perlu waktu satu tahun
penuh untuk mencicipi kurikulum baru? Pendekatan ini, menurut saya,
mencerminkan beberapa keyakinan mendasar tentang pendidikan dan profesi
guru.
Pertama, pendekatan ini mencerminkan keyakinan bahwa
mengajar adalah pekerjaan yang sangat kompleks. Mengajar bukan sekedar
penerapan langkah-langkah yang dituliskan oleh pemerintah dalam sebuah
dokumen. Dengan kata lain, mengajar tidak bisa dilakukan secara
prosedural semata. Penerjemahan kurikulum tertulis menjadi proses
pembelajaran membutuhkan basis pengetahuan yang kompleks. Pengajaran
yang baik mensyaratkan integrasi antara pengetahuan tentang
karakteristik siswa, karakteristik kelas, batasan-batasan (constraint)
fisik dan administratif, metode pengajaran, penggunaan teknologi dan
media digital, selain tentu saja konten pelajaran dan tuntutan
kurikulum.
Berbagai pengetahuan ini tidak cukup sekedar
“diketahui”, tapi musti dikuasai secara mendalam. Penguasaan yang
mendalam inilah yang memungkinkan pelajaran berlangsung lancar, tapi
sekaligus adaptif terhadap respon siswa. Konsekuensinya, persiapan
penerapan kurikulum tidak mungkin didasarkan pada pelatihan top-down
yang berlangsung dalam 3 atau 4 hari, apalagi “pelatihan” berbasis
presentasi Powerpoint. Yang diperlukan guru dan sekolah adalah dukungan
resources (bahan ajar, contoh asesmen, rubrik, dll) yang beragam dan
dalam jumlah besar, serta kesempatan untuk mencoba menerapkannya tanpa
ancaman penalti.
Kedua, pendekatan tersebut juga mencerminkan
kepercayaan terhadap guru dan sekolah. Bahwa guru dan sekolah akan
bertindak in the students’ best interest, untuk kepentingan pembelajaran
siswa. Dan karena tiap siswa, kelas, dan sekolah memiliki karakteristik
dan kebutuhan yang berbeda-beda, pemerintah NSW dan Victoria memberi
otonomi yang luas pada guru/sekolah untuk menafsirkan dan menerapkan
kurikulum baru.
Apakah berarti bahwa kualitas guru dan sekolah
di Australia sudah seragam (dan seragam pada tingkat yang baik)? Tidak
sepenuhnya juga, dan karena itu pemberian otonomi juga mengandung
risiko. Namun demikian, mereka tampaknya merasa bahwa otonomi, dengan
segala risikonya, adalah alternatif yang lebih baik daripada kendali
terpusat.
NOTE: tulisan di atas didasarkan pada catatan kunjungan
saya ke beberapa institusi pendidikan di NSW dan Victoria, sebagai
bagian dari delegasi Balitbang Kemendikbud RI, 12-18 September 2015. Bila ada ketidakakuratan faktual dalam tulisan ini, mohon koreksinya.
Monday, September 14, 2015
ACER dan Penghargaan pada Riset
Oleh: Anindito Aditomo
Thursday, September 10, 2015
MOOC Membuka Pendidikan untuk Semua?
Apapun, 2 jam adalah waktu yang berharga bila hanya digunakan untuk melamunkan nasib. Untunglah sinyal mobile sepanjang perjalanan cukup kuat dan kuota data internet di ponsel saya juga masih tersisa. Saya pun memanfaatkan waktu untuk melanjutkan kuliah Think Again: How to Reason and Argue, sebuah MOOC berdurasi 12 minggu yang dipandu oleh dua profesor filsafat dari Duke University. Ini adalah mingu ke-3 dalam kursus tersebut.
Friday, August 21, 2015
Guru yang Patah Arang
Pertanyaannya tentu, mengapa ada guru yang frustrasi, patah arang, dan memilih mencari profesi lain? Dan apa solusinya? Sebagian akan mencari jawabannya pada guru sebagai individu. Guru harus diperkuat mentalnya. Dibekali dengan teknik manajemen kelas yang lebih ampuh. Dilatih supaya menguasai metode belajar yang lebih menarik. Dan seterusnya.