Oleh: Anindito Aditomo
Ini adalah struktur kurikulum nasional yang baru dikembangkan di Australia. Kurikulum tersebut meramu tiga ranah pembelajaran: mata pelajaran (learning areas), kemampuan umum (general capabilities), dan tema lintas pelajaran (cross-curriculum priorities). Sepintas terlihat penuh sesak, dan memang salah satu kritik yang muncul terhadap kurikulum ini adalah terlalu banyaknya materi yang dicakup.
Minggu lalu tim Balitbang Kemendikbud berdiskusi dengan ACARA, badan yang bertugas mengembangkan kurikulum tersebut. Salah satu informasi yang bagi saya paling menarik adalah bahwa ACARA memandang kurikulum nasional tersebut sebagai kurikulum “aspirasional”.
Berbeda dari kurikulum inti atau minimal, apa yang termuat dalam kurikulum aspirasional merupakan target yang menjadi aspirasi pemerintah. Namun demikian, karena tiap sekolah dan siswa memiliki kondisi, potensi, dan titik awal yang berbeda, sekolah boleh saja menetapkan target yang lebih rendah daripada kurikulum nasional.
Hal ini penting karena di Australia ada kesenjangan kualitas pendidikan yang cukup besar antar kelompok masyarakat. Siswa yang bersekolah di daerah terpencil (yang seringkali merupakan penduduk asli Australia) bisa tertinggal 3 sampai 4 tahun dibanding siswa di sekolah yang baik di Sydney, misalnya. Tidak masuk akal bila siswa yang bersekolah dalam kondisi yang demikian berbeda diberi target yang sama. Hanya saja, dengan adanya kurikulum nasional, ACARA berharap bahwa sekolah yang saat ini jauh tertinggal akan tergerak untuk perlahan-lahan mencapai target yang sama dengan sekolah yang lebih maju.
Dalam diskusi tersebut ACARA juga menyatakan bahwa strategi terbaik untuk menerapkan kurikulum nasional adalah dengan fokus pada beberapa target. Perdalam pemahaman dan perkuat penguasaan siswa terhadap dua atau tiga area dalam kurikulum (pelajaran atau kapabilitas) yang menjadi kekuatan siswa di tiap sekolah. Untuk area lain, cukup tetapkan target minimal dahulu. Ini lebih baik daripada mengejar semua target, namun tidak mendapatkan satu pun secara mendalam. Ini bisa disebut sebagai prinsip spesialisasi.
Konsep kurikulum aspirasional dan spesialisasi menarik namun sulit dikomunikasikan. Tampaknya website kurikulum nasional yang dibuat ACARA juga tidak menjelaskannya secara eksplisit. Ketika saya sampaikan hal ini, pihak ACARA mengakui bahwa itu memang salah satu kelemahan dokumen kurikulum mereka.
Namun ada satu hal penting yang perlu dicatat, yaitu peran ujian. Dalam 10 tahun pertama pendidikan dasar-menengah Australia, tidak ada ujian terstandar yang bersifat high stakes atau berisiko. Satu-satunya ujian terstandar eksternal (berasal dari luar guru/sekolah) adalah NAPLAN. Perlu tulisan tersendiri untuk membahas NAPLAN, tapi yang relevan di sini adalah bahwa ia tidak punya konsekuensi apa pun terhadap siswa, dan ia dirancang untuk mengukur pencapaian minimal. Dengan karakteristik tersebut, NAPLAP tidak terlalu “menyetir” pembelajaran yang terjadi di ruang kelas. Guru dan sekolah masih bisa memilih target pembelajarannya, sejalan dengan konsep kurikulum aspirasional dan prinsip spesialisasi yang dibahas di atas.
No comments:
Post a Comment